Aku adalah seekor burung kecil. Aku selalu terbang mencari pohon untuk membuat sarang. Setiap aku singgah pada sebuah pohon yang cukup nyaman buatku dan mulai membuat sarang, hidupku selalu merasa indah. Dan pohon selalu merasa senang dan gembira dengan kicauanku yang selalu aku dendangkan setiap saat. Tetapi tak jarang aku menangis.
Suatu ketika sarang yang aku buat dengan susah payah harus jatuh dan rusak oleh terjangan hujan yang turun semalaman tiada henti. Maka aku harus pindah ke pohon yang lain. Di waktu yang lain, aku harus menatap sarangku yang telah dirusak oleh ‘sahabat’ yang lain. Hal ini pun membuat aku harus pindah mencari pohon nyaman yang lain. Bahkan tak jarang aku hanya bisa pasrah ketika sarang yang telah aku pintal telah ditempati oleh burung yang lain.
Dan lagi-lagi aku harus mencari pohon kembali. Pohon yang akan membuatku nyaman. Aku terus terbang dan akhirnya aku temukan pohon itu. Pohon yang rindang dan menawarkan kenyamanan untuk aku tempati. Maka akupun membuat sarang disana. Sampai suatu ketika aku harus terpaksa pergi karena si pohon memberikan sarangku kepada burung yang lain. Dan itu membuatku lagi-lagi harus selalu mencari pohon yang lain.
Di tengah kebingunganku, sebuah pohon memanggilku. Aku mendekatinya. Pohon itu bernama Pana. Pana memberikan cabang terkuatnya untuk aku tempati. Ada rasa ragu dan takut yang hinggap. Takut apabila nanti aku akan terusir kembali. Tetapi yang kemudian terjadi adalah Pana mencoba memberikan kehangatan. Meskipun aku sadar kehangatan itu tidak pernah aku rasakan, aku tidak mencoba untuk pergi. Aku tetap diam.
Suatu ketika sewaktu aku terbang tanpa aku sadari aku hinggap di sebuah pohon. Pohon itu menyapa aku dan aku sambut sapaannya dengan hangat. Pohon itupun menerima aku hinggap di dahannya. Nama pohon itu adalah Cinta. Jadilah setiap aku terbang aku selalu singgah ke pohon Cinta. Kami bercakap-cakap dan sering bercanda. Tiada hari tanpa aku lalui bersama Cinta. Kenyamanan dan kedamaian selalu aku rasakan saat aku bersama dia. Dan ketika aku harus kembali ke sarangku ada perasaan berat di hati karena harus meninggalkan pohon Cinta.
Tanpa aku sadari kebersamaan ini menjadi bumerang bagiku. Pohon Cinta sayang kepadaku. Aku yang tidak pernah bercerita tentang pohon Pana harus membuat pohon Cinta terluka dan menangis. Di saat yang sama aku juga tidak mau pergi dari pohon Cinta. Tetapi sikap pohon Cinta seolah mengubah rasa sayangnya menjadi benci kepadaku. Aku sering tidak tahan dengan sikapnya itu.
Aku ingin teriak dan jujur bahwa aku sayang dia. Aku tidak ingin pergi dari dia. Dan aku tidak ingin dia pergi dariku. Aku tidak bisa menghindar lagi dari rasa sayang dan cinta yang begitu besar kepada pohon Cinta. Aku tahu aku salah. Aku egois. Dan aku juga tidak bisa menyalahkan pohon Cinta atas sikapnya. Dia berhak melakukan itu karena memang aku yang salah. Tidak mungkin bagiku hidup di dua sarang dan aku harus memilih. Tetapi kenapa ketika aku memilih pohon Cinta, dia seperti menghindar dan tidak menghendaki aku untuk tinggal dan membuat sarang di dahannya. Di saat aku butuh kepastian dan kesungguhan atas sayang pohon Cinta aku tidak mendapatkan itu. Kadang aku berpikir nasi sudah menjadi bubur. Dikembalikan menjadi nasipun tidak akan pernah bisa.
Aku sudah tidak tau apa yang harus aku lakukan.
Sampai akhirnya aku memutuskan untuk pergi meninggalkan pohon Cinta. Aku kepakkan sayapku dengan kuat dan melesat pergi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar